sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ditanya soal Harun Masiku, Yasonna langsung tinggalkan wartawan

Yasonna Laoly enggan memberi penjelasan soal Harun Masiku.

Fathor Rasi
Fathor Rasi Rabu, 22 Jan 2020 20:20 WIB
Ditanya soal Harun Masiku, Yasonna langsung tinggalkan wartawan

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly enggan memberikan penjelasan soal keberadaan tersangka kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku (HAR), yang disebut berada di Indonesia sejak 7 Agustus 2020.

"Itu (tanya) Dirjen (Imigrasi)," ujar Yasonna di Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Rabu (22/1), melansir Antara.

Yasonna memilih langsung pergi meninggalkan kerumunan wartawan yang telah menunggunya, ketimbang memberikan penjelasan lebih lanjut ihwal tidak terdeteksinya kepulangan kader PDI Perjuangan itu dari Singapura.

Direktorat Jenderal Imigrasi menyatakan Harun Masiku telah kembali ke Indonesia tepat sehari sebelum operasi tangkap tangan atau OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (8/1).

Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham, Ronny F Sompie, mengatakan dirinya telah menerima informasi terkait kepulangan Harun dari Singapura. Harun tercatat kembali ke tanah air pada 7 Januari 2020 melalui Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten.

“Saya sudah menerima informasi berdasarkan pendalaman di sistem termasuk data melalui IT yang dimiliki stakeholder terkait di Bandara Soetta, bahwa HM (Harun Masiku) telah melintas masuk kembali ke Jakarta menggunakan pesawat Batik Air pada 7 Januari 2020," kata Ronny saat dikonfirmasi di Jakarta pada Rabu (22/1).

Dikabarkan sebelumnya, Harun Masiku tercatat bertolak ke Singapura pada 6 Januari 2020 tepat dua hari sebelum operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Rabu (8/1) siang. Dia terdeteksi pergi ke Negeri Singa itu melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.

Harun diduga menyuap Wahyu Setiawan dengan memberikan sejumlah uang kepada Wahyu untuk memuluskan pergantian anggota DPR RI dari PDIP melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Suap kepada Wahyu oleh Harun dibantu mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina dan seorang kader PDIP, yakni Saeful Bahri.

Sponsored

Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk memuluskan tujuannya. Permintaan itu kemudian dipenuhi oleh Harun. Namun, uang yang diminta Wahyu baru disetorkan sebesar Rp600 juta yang diberikan secara bertahap dalam dua kali transaksi, yakni pada pertengahan dan akhir Desember 2019.

Pada pemberian pertama, Wahyu diduga menerima Rp200 juta dari pemberian Rp400 juta oleh sumber yang belum diketahui KPK. Uang tersebut diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Tahap kedua, Harun diduga memberikan Rp850 juta pada Saeful melalui seorang stafnya di DPP PDIP. Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Doni selaku advokat. Adapun sisanya senilai Rp700 juta diberikan kepada Agustiani dengan rincian Rp250 juta untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu Setiawan. 

Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR RI pengganti Nazarudin Kiemas yang sudah meninggal takberjalan mulus. Hal ini lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR lewat mekanisme PAW. KPU bertahan menjadikan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas.

Meski demikian, Wahyu tak berkecil hati. Dia menghubungi Doni dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun Masiku sebagai anggota dewan PAW. Untuk itu, pada 8 Januari 2020 Wahyu meminta uang yang diberikan Harun kepada Agustina. Namun saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti Rp400 juta dalam bentuk dolar Singapura.

Sebagai pihak penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Lalu, Harun dan Saeful selaku pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid