Hampir dua tahun sudah pandemi Covid-19 melanda dunia, tak terkecuali Indonesia. Untuk menekan penyebaran virus SARS-CoV-2, pemerintah pun menerapkan berbagai kebijakan dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berlevel di seluruh wilayah Indonesia.
Ragam kebijakan untuk pembatasan sosial ini berdampak pada dunia usaha. Bahkan, kebijakan-kebijakan itu telah memukul industri jauh lebih keras dari yang diperkirakan. Nyaris seluruh sektor merasakan dampak buruk pagebluk.
Dari berbagai sektor yang ada, industri penerbangan, pariwisata dan pusat perbelanjaanlah yang terjatuh paling dalam. Penyebabnya tak lain karena mobilitas masyarakat anjlok, baik saat PSBB maupun PPKM berlevel.
Pandemi dan dampaknya ke ekonomi
Namun, di tengah situasi yang tak menentu, sejumlah dunia usaha masih memantik asa. Ada beberapa sektor yang masih tetap bertahan, bahkan tumbuh tinggi meski di awal pandemi. Sektor usaha tersebut adalah industri digital dengan salah satu subsektornya; lapak online.
Hal itu terlihat dari survei terbaru yang diluncurkan oleh Ipsos dengan judul Global Trends 2021: Aftershocks and Continuity.
Dalam survei itu, Indonesia menempati urutan ke-4 sebagai negara dengan penduduk yang memilih untuk belanja online ketimbang belanja langsung di toko atau pusat perbelanjaan. Pilihan tersebut diambil bahkan setelah pandemi berangsur terkendali dan pemerintah mulai melonggarkan kebijakan pembatasan.
Menurutnya, belanja online menjadi pilihan karena dirasa lebih mudah untuk dilakukan. Apalagi, dengan masih adanya virus, masyarakat harus tetap membatasi mobilitas mereka. Di sisi lain, pengguna internet di Indonesia yang telah mencapai 202,6 juta orang juga menjadi faktor pendukung.
Tidak hanya itu, 83% konsumen juga setuju bahwa mereka dapat menemukan penawaran lebih baik saat berbelanja online dibandingkan di toko. Lebih jauh, 81% konsumen di Indonesia mengaku percaya pada rekomendasi online dari aplikasi atau situs terkenal.
Terkait pemilihan merek, 59% konsumen tidak setuju merek global memiliki produk lebih baik dibandingkan merek lokal. Hal ini selaras dengan data pada survei yang sama yaitu 87% konsumen di Indonesia memilih membeli produk lokal dibandingkan produk global.
“Konsumen merasakan merek lokal Indonesia saat ini dapat bersaing bahkan dengan merek global. Untuk itu, saya melihat produk lokal dan belanja online masih akan tetap menjadi pilihan konsumen ke depannya,” imbuh Tan.
Dengan meningkatnya belanja online sebagai salah satu bagian dari ekonomi digital, praktis valuasi sektor tersebut kian meroket. Jumlahnya di tahun ini diperkirakan mencapai US$70 miliar atau sekitar Rp1.005 triliun. Kemudian menjadi US$146 miliar pada 2025 dan US$315,5 miliar atau setara Rp4.531 triliun di 2030.