Faisal Basri dinilai tidak memahami aturan tax holiday, sehingga sampai pada kesimpulan yang salah.
Pemerintah membantah tudingan ekonom senior Institute for Development of Economic Finance (Indef) Faisal Basri yang menyebutkan, hilirisasi nikel hanya menguntungkan industrialisasi China.
Staf Khusus Kementerian Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah telah mengatur tarif PNBP sumber daya alam dan royalti atas nikel serta produk pemurniannya. Maka dari itu, smelter nikel China dikenai pungutan pajak berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022.
"Bang @FaisalBasri yang baik, saya jawab satu hal dulu, PNBP dan royalti. Anda keliru ketika bilang tidak ada pungutan karena faktanya melalui PP 26/2022 diatur tarif PNBP SDA dan royalti atas nikel dan produk pemurnian," ucap Prastowo dikutip dari akun Twitter pribadinya, @prastow, Senin (14/8).
Menurut Prastowo, pengelolaan mineral diarahkan untuk mendukung hilirisasi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba. Melalui kebijakan ini, pemerintah telah melakukan dua hal. Pertama, melakukan pelarangan ekspor bijih nikel sejak 2020.
Kemudian, memberlakukan tarif royalti yang berbeda bagi para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), antara yang hanya memproduksi atau menjual bijih nikel dengan perusahaan yang juga memiliki smelter. Tarif royalti untuk bijih nikel 10% dan tarif untuk Feri Nikel atau Nikel Matte sebesar 2%.