Anjloknya nilai tukar rupiah hingga menembus Rp14.000 per dollar Amerika Serikat diproyeksi terjadi lantaran sejumlah faktor. Apa saja?
Anjloknya nilai tukar rupiah hingga menembus Rp14.000 per dollar Amerika Serikat diproyeksi terjadi lantaran sejumlah faktor.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, menjelaskan sebagian besar tekanan rupiah akibat fundamental ekonomi, sehingga pemerintah disarankan untuk memperkuat kinerja ekonomi domestik.
Dia menyarankan agar pemerintah juga memulihkan kepercayaan investor, menjaga stabilitas harga, baik bahan bakar minyak (BBM), listrik, maupun harga pangan menjelang bulan puasa. Sehingga, konsumsi rumah tangga yang berperan 56% terhadap produk domestik bruto (PDB) bisa pulih.
"Pengusaha terutama yang memiliki utang luar negeri diharapakan untuk melakukan hedging atau lindung nilai. Fluktuasi kurs dapat membuat resiko gagal bayar utang valas meningkat," kata dia, Kamis (7/5).
Kemudian, sambungnya, bagi perusahaan yang bersiap membagikan dividen, perlu mempersiapkan pasokan dollar untuk memitigasi kedepannya kurs dolar semakin mahal.
Sementara itu, cadangan debvisa pastinya akan terus tergerus untuk stabilitas nilai tukar. Bank Indonesia dinilai tidak bisa mengandalkan Cadev sebagai satu-satunya instrumen untuk stabilitas nilai tukar.