Ada dua solusi untuk menghindari terjadinya kasus korupsi pada impor bawang putih.
Karut marut impor pangan di Indonesia tidak sedikit yang berujung pada kasus hukum, baik korupsi, penyuapan, persengkongkolan harga, penimbunan, dan kasus lainnya, yang merugikan hajat hidup orang banyak. Hal serupa amat mungkin terjadi saat ini tatkala impor bawang putih terkendala surat persetujuan impor (SPI).
Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menjelaskan, adanya kecurigaan "ruang gelap" maupun kongkalingkong impor bawang putih tak lepas dari kasus-kasus sebelumnya. Ini terjadi menyusul adanya keterlambatan terbitnya SPI bawang putih perusahaan yang mengajukan impor sehingga berimbas pada kelangkaan dan membuat harga melonjak.
"Yang kita duga ada 'ruang gelap', kongkalingkong, penyuapan, dan seterusnya yang memperdagangkan kuota [impor] bukan sesuatu yang tidak ada presedennya. Kasus-kasus hukum pada bawang putih di masa lalu amat mungkin terulang kembali saat ini," kata Khudori dalam Alinea Forum "Tata Niaga Impor Bawang Putih: Adakah Pelanggaran Regulasi/Hukum?", Kamis (15/6).
Pertama, kata Khudori, pelanggaran Pasal 19 dan 24 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang persekongkolan menghambat pemasaran bawang putih yang diputus Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada 2014. Ada 19 entitas usaha dan 3 pejabat terlibat, dari level dirjen hingga menteri. Pelaku usaha didenda total Rp13,2 miliar.
Pelaku usaha banding. Di pengadilan level dua ini, pelaku usaha dimenangkan. Akan tetapi, kata Khudori, di level kasasi di Mahkamah Agung (MA), keputusan KPPU dikuatkan.