Dampak kasus Evergrande di China tidak sebesar kasus Lehman Brothers yang menyebabkan krisis global tahun 2008.
Di tengah situasi pandemi yang tak kunjung berakhir, dunia dibuat geger oleh terkuaknya kasus gagal bayar Evergrande Real Estate Group. Perusahaan properti kedua terbesar di China itu gagal membayar utang jatuh tempo. Dampaknya pun buruk, tak hanya bagi perekonomian negeri Tirai Bambu, namun juga bagi dunia dan tak terkecuali Indonesia.
Dunia khawatir efek utang perusahaan berskala besar itu akan memberikan dampak sistemik. Seperti halnya terjadi pada Lehman Brothers, bank investasi terbesar keempat di Amerika Serikat yang mengalami kejatuhan dan membuat krisis sektor keuangan global 2008 silam.
Mengutip CNN, perusahaan properti milik Hui Ka Yan itu menanggung utang hingga US$300 miliar atau setara dengan Rp4.260 triliun (kurs Rp14.200 per dolar AS). Dengan bunga utang yang telah jatuh tempo sebesar US$83,5 juta.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Sugiyono Madelan Ibrahim menilai dengan kedekatan hubungan ekonomi antara Cina dan Indonesia, jatuhnya raksasa properti Cina itu bisa saja memberikan dampak besar bagi Tanah Air. Setidaknya ada tiga sektor yang berpotensi terkena rambatan dampak pailitnya Evergrande, yakni sektor pembiayaan properti, perdagangan khususnya ekspor, serta utang luar negeri Indonesia.
"Mekanisme dampaknya ini akan mengalir dari transaksi keuangan dulu, lalu ke perdagangan dan terakhir bisa ke valuta asing," bebernya kepada Alinea.id, Sabtu, (25/9).