Beberapa pandangan awal mengenai kondisi makro global 2024 tak sesuai ekspektasi. Bagaimana arah obligasi RI?
Memasuki paruh kedua tahun ini, beberapa pandangan awal mengenai kondisi makro global 2024 tak sesuai ekspektasi. Laju inflasi dan arah suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS), Fed Funds Rate (FFR) jauh dari prediksi para pelaku pasar.
Di awal tahun, ekonomi global diprediksi akan tumbuh moderat dibarengi inflasi yang semakin jinak. Dari AS, data-data ekonomi menunjukkan sinyal inflasi berangsur turun dan sektor ketenagakerjaan juga mulai menunjukkan pelemahan.
Hal ini membuat bank sentral AS, The Fed lebih dovish dan memproyeksikan tiga kali penurunan FFR. Namun setelah setengah tahun berlalu, yang terjadi sebaliknya. Ekonomi global tumbuh lebih kuat dari proyeksi dan mengalami revisi kenaikan, mencerminkan ekspansi ekonomi yang kuat. Selain itu inflasi AS yang diharapkan turun justru berangsur naik - sempat mencapai 3,5% secara tahunan atau YoY di bulan Maret – membuat Fed Chairman Jerome Powell yang awalnya optimistis pemangkasan FFR dapat dimulai di kuartal kedua kembali terlihat ragu-ragu. Demikian juga dengan sektor perdagangan yang menunjukkan lebih baik dari ekspektasi.
Di sisi lain, ketegangan geopolitik yang diperkirakan berpotensi menghambat rantai pasok, malah tak terjadi. Perdagangan global masih dapat melanjutkan pemulihannya dengan baik.
Di Indonesia, dalam setengah tahun ini perekonomian tumbuh stabil ditopang oleh tingkat konsumsi rumah tangga, inflasi yang terjaga, dan peningkatan belanja pemerintah. Namun sama seperti kebanyakan negara kawasan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS anjlok di luar perkiraan. Bank Indonesia (BI) pun mengerek suku bunga acuan ke level 6,25% sebagai salah satu upaya pre-emptif menopang nilai tukar rupiah.