Peran Badan Pangan Nasional dalam membangun sistem integrasi pangan masih terganjal dua regulasi yang belum harmonis.
Di tengah situasi pandemi Covid-19 yang memuncak pada pertengahan tahun 2021 silam, Badan Pangan Nasional yang menjadi amanat UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan resmi terbentuk. Melalui Perpres Nomor 66 Tahun 2021, badan ini didirikan tanggal 29 Juli 2021 untuk melaksanakan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan yang dilakukan melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Setelah satu tahun terbentuk, kehadiran dan keberadaan Bapanas atau National Food Agency/NFA memang telah menjadi angin segar bagi pembaruan tata kelola pangan yang lebih baik. Lembaga ini telah mengambil peran yang sangat krusial misalnya dalam kewenangan urusan ekspor-impor pangan.
Urusan yang semula sepenuhnya di bawah wewenang Kementerian Perdagangan perlahan mulai didelegasikan ke Bapanas. Utamanya pada sembilan jenis pangan yakni beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, daging ruminansia, daging unggas, telur unggas, dan cabai. Adapun komoditas selain itu masih di bawah Kemendag. Sayangnya, laju kinerja Bapanas masih terhadang sejumlah aturan yang belum harmonis.
Penasihat Senior Indonesian Human Rights Committee for Social Justice Gunawan mengatakan Undang-undang Cipta Kerja yang disahkan 2 November 2020 diturunkan dalam beberapa Peraturan Presiden (Perpres). Salah satu aturan turunannya adalah Perpres 32/2022 tentang Neraca Komoditas yang menentukan kebijakan ekspor-impor.
Sayangnya, aturan ini, menurut Gunawan justru memiliki dualisme kewenangan dengan Perpres Bapanas. Dia menegaskan dalam konteks pangan, Perpres Neraca Komoditas terkait ekspor dan impor perlu memperhatikan Perpres Badan Pangan Nasional. Pasalnya, pada Pasal 49 Perpres 66/2021 terdapat pendelegasian kewenangan dari Menteri Perdagangan dalam hal perumusan kebijakan dan penetapan kebutuhan ekspor dan impor pangan.