Banyak Dinikmati Masyarakat Mampu, BBM Subsidi Salahi Prinsip Keadilan
Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya menilai, pemanfaatan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi beberapa waktu lalu tidak sesuai prinsip keadilan. Padahal tujuan awal pemerintah melakukan hal tersebut untuk membantu masyarakat tidak mampu. Namun fakta di lapangan yang terjadi justru tidak terjadi sesuai tujuan.
“Konsumsi BBM didominasi oleh masyarakat mampu, di mana 80% Pertalite dan 95% Solar dikonsumsi oleh kelompok masyarakat mampu sehingga tidak sesuai dengan prinsip distribusi dan keadilan,” ujar Berly dalam keterangan resminya, Selasa (6/9).
Hal ini disampaikan Berly sebagai bentuk responnya atas keputusan pemerintah menyesuaikan harga BBM dan mengalihkan subsidi BBM ke bantuan sosial agar tepat sasaran. Ia melihat, ada beberapa faktor yang menyebabkan pemerintah harus membuat penyesuaian harga BBM. Pemulihan ekonomi pascaCovid-19 reda dan invasi Rusia ke Ukraina mendorong kenaikan harga minyak dunia sehingga harganya melejit melebihi US$100 per barel sejak Mei 2022.
Kenaikan harga minyak secara global tersebut membuat kompensasi yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp18,5 triliun tidak cukup untuk menjaga harga Solar dan Pertalite. Melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022, alokasinya pun ditambah menjadi Rp252,4 triliun. Namun ternyata masih tidak mencukupi, sehingga diperkirakan perlu tambahan anggaran untuk subsidi BBM sebesar Rp195,6 triliun akhir 2022.
“Anggaran kompensasi BBM sebesar Rp448,1 triliun mendekati 15% dari APBN 2022 alias melebihi semua kategori belanja lain, kecuali pendidikan. Padahal dari tiga fungsi APBN yaitu stabilisasi, distribusi, dan alokasi, maka tidak tepat bila fungsi stabilisasi, dalam konteks ini harga Solar dan Pertalite ketika harga minyak global meroket, mengalahkan dua fungsi lainnya,” jelas Berly.