Bulog sebagai perum dituntut untuk komersial dan menjalankan aksi sosial secara bersamaan.
Tanggal 10 Mei 2021, Bulog genap berusia 54 tahun. Selama lebih dari setengah abad, perusahaan pelat merah ini tak dimungkiri berjasa dalam upaya menjaga stok dan menstabilkan harga pangan.
Bulog memang mengemban tugas menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan pada tingkat konsumen dan produsen untuk jenis pangan pokok beras, jagung, dan kedelai. Tugas itu adalah amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan kepada Bulog dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional.
Namun, selama lebih dari lima dekade, perjalanan Bulog diwarnai dengan berbagai tantangan dan peluang. Sempat diberi keistimewaan untuk menjadi 'tulang punggung' kesediaan pangan nasional, berdinamika di krisis tahun 1997-1998, hingga berubah menjadi perum pada 2003. Posisi terakhir ini menjadikan Bulog sama seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lain: harus untung.
Sejak ditetapkan sebagai Perum pada 21 Januari 2003, terdapat dua kategori cakupan bidang usaha yang dilayani Bulog. Pertama, melakukan kegiatan Pelayanan Publik atau Public Service Obligation (PSO) dari pemerintah berupa stabilisasi dan pasokan berbagai komoditas pangan dari sisi hulu hingga hilir. Kedua, Bulog juga harus melaksanakan usaha lain yang bersifat komersial melalui perdagangan, unit bisnis dan anak perusahaannya.