Di masa Orde Baru masyarakat masih didominasi oleh kelompok menengah ke bawah.
Kepala Badan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Bambang Brodjonegoro menyarankan agar masyarakat Indonesia tidak mudah terusik dan gaduh karena jadi atau tidaknya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) serta ditambah atau tidaknya subsidi bagi masyarakat. Bambang kemudian membandingkan kedua hal tersebut yang terjadi saat ini dengan masa Orde Baru.
“Subsidi BBM sebenarnya sudah ada sejak jaman Orde Baru. Tujuannya simpel, yaitu untuk membuat harga BBM pada awal kenaikan terjangkau oleh masyarakat, karena kalau terlalu mahal dikhawatirkan akan mengganggu daya beli masyarakat,” jelas Bambang saat memberikan paparan dalam acara webinar bertajuk “Kenaikan Harga BBM : Problem atau Solusi”, Jumat (2/9).
Menjaga daya beli masyarakat merupakan salah satu tugas pemerintah, yaitu menyejahterakan kehidupan masyarakat terutama menghapus angka kemiskinan. Maka tak heran menurut Bambang , di masa Orde Baru tak ada pilihan lain selain intervensi pemerintah terhadap kelompok rumah tangga (RT) yang tergolong berpendapatan rentan miskin dan kelas menengah atau expiring middle class dengan memberikan subsidi.
“Subsidi di masa Orde Baru dilakukan karena sistem dan data kependudukan saat itu belum secanggih seperti sekarang. Jadi yang paling mudah dilakukan waktu itu untuk menjaga daya beli masyarakat adalah dengan pengendalian harga bahan pokok dan subsidi harga BBM,” ujarnya.
Berbeda dengan saat ini, isu penyaluran subsidi BBM yang mungkin tidak tepat sasaran saat itu tak segaduh saat ini, karena menurutnya di masa Orde Baru masyarakat masih didominasi oleh kelompok menengah ke bawah. Maka subsidi BBM saat itu menjadi instrumen utama untuk menyejahterakan masyarakat, menjaga daya beli, dan mengurangi angka kemiskinan.