Kebijakan makroprudensial diarahkan untuk meningkatkan resiliensi sistem keuangan terhadap potensi risiko sistemik di tengah tantangan
Stabilitas sistem keuangan merupakan prasyarat bagi terwujudnya pemulihan ekonomi yang berkesinambungan. Oleh karena itu, kebijakan makroprudensial diarahkan untuk meningkatkan resiliensi sistem keuangan terhadap potensi risiko sistemik di tengah tantangan dan kompleksitas dinamika sistem keuangan.
Gubernur Bank Indonesia, Agus DW Martowardojo, mengatakan asesmen yang dilakukan Bank Indonesia terhadap komponen dalam sistem keuangan, meliputi institusi keuangan, baik perbankan maupun non-bank, pasar keuangan, korporasi, rumah tangga, serta infrastruktur keuangan. Hal itu merupakan landasan bagi perumusan kebijakan makroprudensial Bank Indonesia.
"Penguatan kebijakan makroprudensial difokuskan kepada tiga aspek utama yaitu penguatan likuiditas, penguatan fungsi intermediasi yang berkualitas dan peningkatan efektivitas instrumen makroprudensial," kata dia, Jumat (18/5) di Jakarta.
Selain itu, Bank Indonesia akan mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan di tengah pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung serta melakukan koordinasi dan harmonisasi kebijakan lintas lembaga yang baik dan berkesinambungan. Serta berkoordinasi dengan pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Bank Indonesia memproyeksikan kredit akan tumbuh dalam kisaran 10%-12% yang didukung oleh kinerja korporasi dan pendapatan masyarakat yang membaik serta turunnya risiko kredit. Sementara itu, peningkatan aktivitas perekonomian dan operasi keuangan yang lebih ekspansif akan mendukung pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sehingga DPK diperkirakan akan tumbuh cukup kuat dalam kisaran 9%-11%.