Produksi kopi Indonesia mengalami fermentasi berlebih, sehingga mengalami tingkat kematangan yang jauh dari kata baik
Kondisi ekonomi global saat ini diambang batas krisis, bahkan ancaman resesi diprediksi akan merambat di waktu yang akan datang. Hal ini diperkuat dengan keadaan yang ada, seperti inflasi tinggi, fenomena strong dollar, krisis pangan, dan kondisi perang antara Rusia dan Ukraina yang kunjung tak reda. Tentunya, hal ini memengaruhi segala aspek kehidupan, salah satunya dalam sektor pangan, tak terkecuali bagi komoditas kopi.
Global Coffee Expert Moelyono Soesilo menyebut, 2022 ini menjadi badai yang sempurna bagi komoditas kopi.
“Di 2022, meskipun para pelaku bisnis kopi berada di perahu yang berbeda, tetapi kita mengalami badai yang sama. Ekosistem kopi menghadapi masalah kualitas produksi kopi Indonesia, akibat faktor curah hujan yang tinggi. Isu kualitas kopi ini menjadi fokus utama sepanjang 2022. Alasan utamanya adalah produksi kopi Indonesia mengalami fermentasi berlebih, sehingga mengalami tingkat kematangan yang jauh dari kata baik,” ucapnya pada Coffee Market Outlook 2023, bertajuk ‘Challenge and Opportunity’ yang dipantau online, Rabu (19/10).
Moelyono memberi contoh, pohon kopi tanggamus jumlahnya semakin berkurang serta tingkat produksi menurun drastis, sedangkan kopi lampung barat buahnya semakin mengecil dan intensitas hujan tinggi memengaruhi penurunan produktivitasnya.
Akibatnya, produksi kopi nasional mengalami penurunan sebanyak 10% pada 2022. Menurut perkiraannya, pada 2023 produksi masih mengalami penurunan mencapai 10%-15%. Mengenai jumlah produksi nasional tahun ini, diperkirakan mencapai sekitar 12 juta karung, sementara di masa yang akan datang diperkirakan menurun 10 hingga 10,5 juta karung kopi berjenis robusta dan arabika.