Bisnis

Efek bola salju thrifting: Matinya industri lokal dan maraknya PHK massal

Thrifting atau baju bekas impor digemari karena murah. Di balik fenomena tersebut, ada matinya industri dalam negeri.

Minggu, 15 September 2024 18:05

Claudia (24) mengaku menghabiskan uang hingga Rp300.000 untuk thrifting di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Setidaknya ada enam hingga tujuh potong pakaian impor bekas impor yang diborong ke lemari rumahnya.

Baginya, bukan masalah harga yang murah saja tapi ukuran dan model pakaian yang diinginkan banyak ditemukan pada pedagang thrifting. Meski merupakan bekas impor dan terkesan ketinggalan zaman, tapi sejumlah potong pakaian masih dianggap ada nilai mode yang mencuri perhatian.

Claudia sendiri mengaku tidak masalah bila dianggap bajunya tanpa jenama beken. Selama dirinya dapat memiliki pakaian yang sesuai dengan gayanya.

“Gue suka fashion dan banyak banget update fashion di thrift terus habis itu gue juga lebih milih thrifting karena pastinya harganya masih murah banget jauh banget murahnya daripada beli di store atau di bahkan online,” ungkapnya kepada Alinea.id, Sabtu (14/9). 

Fenomena thrifting alias pakaian bekas tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara adidaya seperti Amerika Serikat (AS). Jajak pendapat Garson & Shaw menemukan, sebanyak 28% warga AS membeli baju bekas karena alasan lingkungan, dan 58% lain karena alasan mau berhemat.

Immanuel Christian Reporter
Satriani Ari Wulan Editor

Tag Terkait

Berita Terkait