Usul ini disampaikan untuk mencegah terulangnya insiden tenggelamnya KRI Nanggala-402.
Ekonom Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, menilai, tenggelamnya KRI Nanggala-402 perlu diikuti evaluasi menyeluruh terhadap sistem penganggaran alat utama sistem senjata (alutsista) nasional, termasuk ketersediaan investasi dan ketimpangan anggaran antarmatra.
“Anggaran alutsista saat ini mengalami ketimpangan antarmatra. Tercatat bahwa pada APBN 2020, TNI AD dengan alokasi alutsista sebesar Rp4,5 miliar, Sementara TNI AL alokasi alutsista Rp4,1 miliar dan TNI AU alokasi alutsista Rp2,1 miliar," ujarnya.
"Alokasi peremajaan alutsista dibandingkan komponen lain-lain juga terbilang kecil. Total alokasi alutsista sebesar Rp10,7 miliar deal-nya masing-masing matra memiliki anggaran peremajaan alutsista sekitar Rp45 miliar-Rp50 miliar per tahun atau total Rp135 miliar-Rp150 miliar," sambung dia.
Karenanya, Hidayat mendorong aktivasi badan usaha milik negara (BUMND) bidang pertahanan karena peremajaan alutsista nasional tergolong mahal. Sayangnya, implementasinya masih lamban hingga kini.
"Holding BUMN pertahanan tersebut masih dalam bentuk blueprint yang belum dilaksanakan. Kelambanan tersebut karena rendahnya kemampuan BUMN pertahanan dalam menarik investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri," jelasnya. "Padahal bila holding BUMN pertahanan bisa diimplementasikan cepat, peremajaan alutsista Indonesia akan lebih murah dan lebih cepat sehingga sistem pertahanan mandiri dan kuat dapat terwujud."