Pemerintah diwanti-wanti agar bersiap dengan ‘multiplier effect’ yang akan muncul.
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Sabtu (3/9) Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) adalah keputusan yang sulit bagi pemerintah dan menjadi pilihan terakhir. Pemerintah pun diwanti-wanti agar bersiap dengan ‘multiplier effect’ yang akan muncul.
Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi APINDO Ajib Hamdani mengatakan, ada dua efek yang perlu dimitigasi dengan baik oleh pemerintah karena kenaikan BBM. Pertama, daya beli masyarakat tertekan dan tingkat konsumsi yang mungkin menurun. Kedua, tingkat inflasi yang bisa meningkat dan menjadi potensi masalah baru.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi di kuartal II tahun 2022 mencapai 5,44%, bahkan pemerintah memproyeksikan bisa konsisten di atas 5 persen secara agregat di akhir tahun 2022. Menurut Ajib, ini artinya pertumbuhan ekonomi sedang dalam tren positif yang secara signifikan ditopang oleh konsumsi, sehingga untuk mencapai proyeksi pemerintah tadi maka daya beli dan konsumsi masyarakat harus tetap terjaga.
“Merujuk hal kedua, data inflasi di kuartal kedua sebenarnya sudah cukup mengkhawatirkan karena sudah menyentuh angka 4,94 persen,” ujar Ajib Hamdani dalam keterangannya, Minggu (4/9).
Sedangkan proyeksi pemerintah, menurutnya, inflasi hanya di kisaran 3% secara agregat hingga akhir 2022. Tentu karena inflasi ini, akan menjadi faktor yang secara langsung mengurangi tingkat kesejahteraan masyarakat.