Konsolidasi fiskal perlu dilakukan karena tidak adanya windfall komoditas di 2023.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky menyampaikan, faktor keberuntungan defisit APBN 2022 yang berhasil ditekan di bawah 3% sangat banyak, terutama windfall komoditas atau naiknya harga-harga komoditas. Keberuntungan ini pun dinilai tidak akan bertahan lama, sehingga Riefky mengimbau pemerintah untuk menentukan kebijakan baru agar defisit APBN 2023 bisa di bawah 3%.
“Defisit ini mungkin tidak akan bertahan lama tanpa adanya usaha untuk melakukan konsolidasi fiskal yang lebih ekspansi lagi di tahun 2023 dan tahun selanjutnya. Dan ini mungkin menjadi isu yang cukup challenging di tahun 2023 dan ke depannya, karena kita sudah tahu kita sudah mulai memasuki tahun politik dimana fiskal pressurenya makin kan lebih besar lagi,” tutur Riefky di Press Conference : Indonesia Economic Outlook Q1-2023, Jumat (3/2).
Selain itu, dari sisi global, prospek adanya resesi dan pengetatan suku bunga moneter yang menurunkan permintaan terhadap produk-produk Indonesia berdampak pada postur anggaran APBN 2023. Sehingga, menurut Riefky, dalam menjaga defisit bisa kembali di bawah 3%, maka pemerintah harus menjaga sisi pengeluaran dan penerimaan. Pada sisi pengeluaran, pemerintah perlu terus melanjutkan pengeluaran yang bersifat efektif dan efisien.
“Pengeluaran yang lebih efektif dan penting seperti human capital, physical capital, dan institutional reform. Beberapa highlight yang kita anggap cukup penting adalah sisi kesehatan yang terus diimplementasikan oleh pemerintah, registrasi sosial ekonomi (regsosek), infrastruktur terkait ICT, dan akselerasi program prioritas nasional seperti IKN,” kata Riefky.
Kemudian, untuk sisi penerimaan, maka pemerintah perlu melakukan tax reform.