Target ambisius pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% tak realistis.
Target ambisius pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% dalam lima tahun dipertanyakan oleh para pengamat ekonomi. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ariyo Irhamna, menyebutkan pencapaian target tersebut tidak realistis, terutama karena kebijakan pembentukan kementerian baru justru memberatkan pengelolaan anggaran negara dan memperlambat koordinasi lintas instansi.
“Dengan jumlah anggota kabinet yang melebihi 100 orang dan adanya pembentukan kementerian baru, sulit membayangkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8% bisa tercapai. Ini lebih mirip sebuah angan-angan,” ujar Ariyo, belum lama ini.
Ariyo mengkritik banyaknya kementerian baru memicu perlunya penyesuaian ulang berbagai peraturan, yang pada akhirnya memperlambat implementasi kebijakan di lapangan. “Pemerintah tidak bisa langsung ‘gas’ karena terlalu banyak penyesuaian yang harus dilakukan, termasuk menyesuaikan aturan-aturan lama yang sebelumnya berada di bawah kementerian lain,” tambahnya.
Contohnya, Dewan Sumber Air Nasional yang sebelumnya di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) kini harus dikelola oleh kementerian baru. Hal ini, menurut Ariyo, menciptakan kebingungan birokrasi dan menghambat kelancaran pelaksanaan program-program strategis.
Sebagai perbandingan, Ariyo menyoroti langkah drastis Presiden Argentina, Javier Milei, yang memangkas jumlah kementerian dari 19 menjadi hanya 8. Langkah tersebut mendapatkan pujian dari Bank Dunia dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) karena dinilai mampu meningkatkan efisiensi birokrasi dan menarik minat investor.