Berdasarkan pengalaman sebelumnya, harusnya pemerintah memberlakukan tarif royalti progresif ekspor batu bara.
Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menanggapi wacana untuk menggratiskan royalti hilirisasi batu bara yang tercantum dalam salah satu pasal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja.
Menurut Mulyanto, berdasarkan pengalaman sebelumnya, harusnya pemerintah memberlakukan tarif royalti progresif ekspor batu bara, agar tercipta keadilan antara pengusaha, pemerintah daerah dan masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah tambang.
"Di tengah harga batu bara yang tinggi, yang melejitkan kekayaan taipan batu bara, pemerintah bukannya menaikkan royalti ekspor batu bara malah menerbitkan Perpu Ciptaker yang akan menerapkan royalti ‘nol persen’ untuk hilirisasi batu bara. Perppu ini malah menambah runyam dan makin tidak adil," ujar Mulyanto kepada wartawan, Kamis (5/1).
Mulyanto minta pemerintah meninjau ulang pasal royalti nol persen tersebut dan segera menerapkan royalti progresif. Di mana besaran royalti meningkat secara progresif bila harga batubara dunia tinggi. Tidak seperti sekarang ini, royalti batu bara flat sebesar 13,5% bila harga batu bara acuan (HBA) sebesar US$90 per ton ke atas.
"Mestinya persentase angka royalti tersebut semakin tinggi mengikuti kenaikan harga batu bara. Misalnya royalti sebesar 15% bila HBA di atas US$150 per ton; lalu meningkat ketika harga di atas US$300 per ton; begitu juga ketika harga batu bara mencapai angka US$400 per ton. Tidak flat sebesar 13,5%," kata politikus PKS ini.