Biaya avtur sendiri mendominasi komponen biaya operasional penerbangan, maka tak heran harga tiket ikut terkerek naik.
Kenaikan biaya tiket pesawat belakangan ini menjadi keluhan banyak pihak pengguna jasa penerbangan yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar pesawat terbang atau avtur. Selain menjadi beban pengguna maskapai, hal ini juga dirasa berat bagi pihak pengelola penerbangan. Salah satunya Susi Pudjiastuti sebagai pemilik maskapai penerbangan Susi Air, yang terpaksa menaikkan harga tiket.
“Sini naik, sana naik, naik semuanya. Kita naikin harga tiket aja sudah teriak semuanya. Kita sudah babak belur, masih kena marah orang juga,” seru Susi dalam diskusi bersama Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI) bertajuk “Harga Avtur Terus Meroket. Bagaimana Nasib Transportasi Udara?” secara virtual, Minggu (17/7).
Susi menyampaikan jika maskapainya telah menandatangani kontrak harga avtur pada Januari 2022 di harga Rp12.000 per liter dengan posisi rupiah berada di Rp14.300 per US$. Namun Jumat (15/7) lalu menurutnya terjadi kenaikan avtur sebanyak 50 persen yakni menjadi Rp18.197 per liter dan rupiah di posisi Rp15.000 per US$.
Biaya avtur sendiri mendominasi komponen biaya operasional penerbangan, maka tak heran harga tiket ikut terkerek naik. Secara rinci, Susi pun menjelaskan proporsi komponen biaya penerbangan.
“Propeller atau baling-baling itu memakai avtur 28-34% dari nilai jual kita. Sedangkan perawatan yang 90% suku cadang impor dikirim dengan pengiriman internasional yang basisnya US$. Dua komponen ini sudah menguasai 60-70% harga komponen kita,” ungkap Susi.