Ratu Maxima mengaku siap membantu perluasan inklusi keuangan di Indonesia. Sebagai utusan dari PBB, dia menawarkan sejumlah bantuan.
Inklusi keuangan telah mendapat perhatian besar oleh lembaga pengawas keuangan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) misalnya, kerap menggalakkan program inklusi keuangan. Bukan tanpa alasan program tersebut didorong-dorong, sebab penetrasi masyarakat akan akses ke lembaga keuangan terbilang masih rendah.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan indeks literasi keuangan (2013-2016) selama tiga tahun pertumbuhannya terbilang tipis. Pada tahun 2013 misalnya, persentase literasi keuangan atas total penduduk Indonesia sebesar 21,84%. Kemudian pada tahun 2016 menjadi 29,66% secara nasional.
Dari berbagai lembaga keuangan tersebut, persentase tertinggi masih berasal dari perbankan. Lalu, disusul lembaga keuangan mikro dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Meski data terbaru persentase berasal sektor baru yakni financial technologi atau fintech belum tercatat OJK, namun kita boleh berharap ada peningkatan secara total penetrasi masyarakat terhadap akses lembaga keuangan di Indonesia.
Mengapa inklusi keuangan begitu penting bagi ekonomi tanah air? Jawabannya mudah, semakin banyak masyarakat dapat mengakses lembaga keuangan, maka ekonomi Indonesia dipastikan bakal terus melaju. Sebab kegiatan ekonomi akan terus berjalan yang artinya roda perekonomian terus melaju.