Harga jual yang rendah serta minimnya insentif membuat petani enggan menanam kedelai.
Kelangkaan kedelai menjadi ironi yang masih saja terjadi di Indonesia. Sebagai negara pengkonsumsi kedelai terbesar setelah China, Indonesia masih jauh dari swasembada. Konsumsi kedelai sepenuhnya masih bergantung pada impor.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor kedelai Indonesia sepanjang semester-I 2020 mencapai 1,27 juta ton dengan nilai US$510,2 juta atau sekitar Rp7,52 triliun (kurs Rp 14.700). Sebanyak 1,14 juta ton diantaranya berasal dari Amerika Serikat.
Tak elak, saat harga kedelai impor meroket, Indonesia pun kelabakan. Seperti yang baru-baru ini terjadi, kurang lebih 90% dari jumlah 160.000 pengrajin tahu tempe di Indonesia mogok produksi selama 3 hari.
Aksi yang terjadi pada 1 sampai 3 Januari 2021 tersebut merupakan buntut dari mahalnya harga kedelai impor. Bahan baku kedelai impor naik dari Rp7.000/kilogram menjadi Rp9.200/kilogram sampai Rp9.500/kilogram.
Seperti sering terjadi sebelumnya, produksi kedelai dalam negeri yang begitu minim tak mampu membendung derasnya permintaan. Indonesia selalu menghadapi masalah berulang. Kedelai yang ditanam petani lokal tak mampu mengejar kebutuhan konsumsi masyarakat.