Jika dilihat dari sisi komponen, target penerimaan negara diproyeksikan lebih rendah 7% dibanding 2022.
Wakil Kepala Bidang Penelitian LPEM FEB UI, Jahen F Rezky menyampaikan, langkah pemerintah di 2023 sangat penting dalam mengambil kebijakan fiskal. Ini lantaran di 2023, pemerintah harus mengembalikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 kembali di bawah 3%, juga menghadapi tahun politik di 2024. Namun di sisi lain, pemerintah juga harus memperhatikan dampak buruk yang dirasakan sektor usaha yang belum pulih sepenuhnya jika defisit APBN diturunkan signifikan.
“Karena banyak studi yang membuktikan, enggak semua sektor saat ini sudah pulih. Masih banyak juga yang lambat pemulihannya, ada sektor yang juga pulih lebih cepat. Sehingga kebijakan fiksal yang lebih tepat tentunya sangat dibutuhkan,” kata Jahen dalam pemaparannya di Press Conference: Indonesia Economic Outlook Q1-2023, Jumat (3/2).
Jahen juga mengapresiasi langkah pemerintah dalam menyusun kebijakan fiskal selama beberapa tahun terakhir telah berjalan dengan sesuai, tanpa ada pengaruh dan tekanan politik.
“Thanks to kebijakan pemerintah. Jadi karena kondisi fiskal kita sangat resilien terhadap political influence. Ini patut kita syukuri, karena kebijakan fiskal sangat mudah diotak atik oleh politik misalnya, mungkin kita enggak bisa menikmati kebijakan yang cukup prudent ini,” ujarnya menambahkan.
Lebih lanjut, ekonom makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky menyampaikan, berdasarkan postur APBN, penerimaan negara ditargetkan pada 2023 mencapai Rp2.463 triliun. Sedangkan untuk belanja, diperkirakan mencapai Rp3.041,7 triliun.