Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) merilis aplikasi SisCrop 2.0.
Indonesia memiliki luas baku sawah (LBS) sekitar 7,46 juta hektare yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, baik sawah irigasi maupun tadah hujan, sawah rawa, dan nonrawa. Produktivitas lahan sawah itu beragam. Informasi produktivitas padi sangat penting dalam estimasi produksi padi, terutama kaitannya dengan kecukupan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Terkait itu, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) merilis aplikasi Sistem Informasi Standing Crop (SISCrop) 2.0 untuk memonitor lahan pertanian dan kondisi tanaman padi yang lebih akurat. Apakah lahan itu ditanami padi dalam fase vegetatif, generatif atau justru saat bera.
Kepala Balitbangtan Kementan Fadjry Djufri mengatakan, sebenarnya aplikasi ini sudah dikelola sejak 2020. Saat itu, SISCrop 1.0. Informasi yang didapatkan hanya sebatas standing crop. Pada SISCrop 2.0, sudah menggunakan citra satelit radar yang memungkinkan memonitor kondisi pertanaman secara baik, meskipun dalam kondisi berawan di seluruh Indonesia.
"Biasanya kalau kondisi berawan kurang begitu maksimal, karena tidak tembus awan. Dengan citra satelit berbasis radar, kita bisa memonitor dengan baik meskipun dalam kondisi berawan,” kata Fadjry dalam rilis SISCrop 2.0 pada Senin (18/10).
Fadjry Djufry menjelaskan, Kementan ingin apapun yang terkait data itu harus berbasis teknologi kekinian. Lewat Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP), Kementan sudah menjawab itu.