"Tidak ada lagi petani itu capai, panas, dan kotor. Dengan smart farming, efisiensi jadi tinggi dan cost bisa ditekan sampai 70%."
Sebuah komunitas di Bali berinisiatif mengubah citra pertanian dari yang dikenal dengan profesi kotor, melelahkan, dan tidak efisien menjadi profesi modern. Pangkalnya, mengembangkan pertanian organik dengan sistem smart farming, irigasi sprinkle, dan penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Inilah yang tengah dilakukan Komunitas Petani Muda Keren, yang digagas Anak Agung Gde Agung Wedhatama. Dia melibatkan petani muda dan tua di Bali dalam menjalankan visinya.
"Tidak ada lagi petani itu capai, panas, dan kotor. Dengan smart farming, efisiensi jadi tinggi dan cost bisa ditekan sampai 70%," ujar Agung Wedha dalam keterangannya, Senin (28/11).
Pria asal Singaraja, Bali, ini mengakui, citra melelahkan, tidak nyaman, dan kotor tentang dunia pertanian kuat tertanam di masyarakat. "Mengapa pertanian kita ditinggalkan? Karena cost-nya tinggi dan efisiensi rendah."
Tingginya ongkos produksi, ungkap Agung Wedhatama, terlihat sejak pratanam, tanam, dan panen. Selain itu, sistem pemasaran masih tradisional sehingga sulit menjangkau tempat jauh.