Konsumsi rokok mengkhawatirkan ditandai dengan semakin banyaknya perokok anak dan iklan rokok yang bertebaran.
Distribusi dan konsumsi rokok di kalangan anak dan remaja semakin mengkhawatirkan. Hal ini terlihat dari prevalensi perokok anak yang mencapai 9,1% atau sebanyak 3,2 juta anak pada 2018 lalu. Jumlah ini bahkan berpotensi melonjak hingga 15% atau 15,9 juta anak apabila tidak dikendalikan.
Berangkat dari kekhawatiran ini, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi lantas mendesak pemerintah untuk melakukan penguatan aturan pengendalian rokok dan produk tembakau lainnya. Di mana saat ini, peraturan tersebut sedang digodok oleh Kementerian Kesehatan, yaitu berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Undang-Undang Kesehatan.
“YLKI memberikan beberapa catatan kritis terhadap substansi RPP Omnibus Law itu, khususnya untuk aspek pengendalian konsumsi zat adiktif seperti tembakau/rokok, garam, gula, dan lemak,” katanya, di Jakarta, Rabu (1/11).
Beberapa catatan terkait pengendalian konsumsi rokok antara lain terkait iklan rokok di media digital yang sampai sekarang masih belum ada aturannya. Dengan kebiasaan anak jaman sekarang layaknya hidup berdampingan dengan peralatan elektronik dan gawai, pembatasan iklan rokok di media daring sangat perlu dilakukan. Hal ini tak lain untuk mengurangi keterpaparan iklan rokok kepada anak.
Tidak hanya itu, Indonesia pun menjadi satu-satunya negara yang masih melegalkan iklan dan promosi rokok di media digital. Padahal, iklan rokok merupakan edukasi dini bagi konsumen untuk merokok. Lebih dari itu, iklan rokok juga efektif untuk melemahkan daya pikir kritis masyarakat terhadap bahaya rokok.