Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran pinjaman melalui fintech lending tumbuh 113,05% (yoy).
Di masa awal pandemi, masker menjadi barang yang kerap diburu bahkan menjadi langka. Melihat teman-temannya yang kesulitan mendapat masker kala pandemi, Dani (28) membuka pemesanan di muka (pre order) masker. Ia memesan 20-30 boks masker seharga Rp3 juta. Nahasnya, puluhan boks masker yang dipesannya tak kunjung datang setelah mentransfer uang ke si penjual.
Sebagai imbas aksi tipu-tipu si penjual, wanita berhijab ini berniat mengganti rugi kepada para teman-temannya yang sudah lebih dahulu mentransfer uang. Semula, ia berniat mengajukan kredit dari bank lantaran saldo tabungannya tak mencukupi. Namun, persyaratan pengajuan pinjaman yang rumit membuatnya mundur.
Dani juga merasa sungkan bila harus meminjam uang ke teman-temannya. Akhirnya, ia menjatuhkan pilihannya kepada platform financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending (tekfin pendanaan).
“Panik kan, gua enggak punya duit, belum lagi harus dibalikin ke orang-orang. Akhirnya gua pinjem ke pinjol (pinjaman online). Gua langsung pinjem ke dua pinjol, masing-masing Rp1,3 dan Rp1,6 juta. Waktu itu dapet Rp2,9 juta. Sisanya pakai duit tabungan gua,” katanya kepada pewarta Alinea.id, Senin (30/11).
Dani mengaku terjebak siklus gali lubang tutup lubang dalam membayar utang-utangnya. Uang dari peminjaman pertama digunakan untuk membayar sebagian utang kepada para pelanggannya. Bulan berikutnya, ia kembali meminjam uang untuk membayar kredit dari peminjaman pertama beserta bunganya. Untungnya, wanita yang berprofesi sebagai karyawan swasta ini mampu membayar utang-utangnya tepat waktu.