Listrik panas bumi memiliki sederet keunggulan, salah satunya biaya operasi paling murah dibandingkan lainnya.
Pengusahaan panas bumi di Indonesia hingga saat ini masih menghadapi sejumlah kendala dalam pengembangannya. Padahal dalam jangka panjang, data menunjukkan biaya operasi listrik panas bumi dapat menjadi salah satu yang termurah ketimbang beban usaha pembangkitan untuk semua jenis pembangkit.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menyebut rata-rata beban usaha pembangkitan untuk listrik panas bumi lebih efisien. Pada tahun 2022 misalnya, beban usaha pembangkitan untuk listrik panas bumi sebesar Rp118,74 per kWh atau hanya 8,12% dari rata-rata beban usaha pembangkitan untuk semua jenis pembangkit yang dilaporkan sebesar Rp1.460,59 per kWh.
Namun, pengembangan dan pengusahaan panas bumi di Indonesia, dinilai masih terkendala masalah keekonomian proyek. "Hal tersebut yang menyebabkan harga jual tenaga listrik dari energi panas bumi dilaporkan masih lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual tenaga listrik dari jenis EBET (energi baru dan energi terbarukan) lainnya," ujarnya.
Berdasarkan review ReforMiner Institute, Komaidi mengatakan, tingkat keekonomian proyek panas bumi di Indonesia tercatat masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat keekonomian proyek panas bumi global. Rata-rata keekonomian proyek panas bumi global saat ini telah berada di bawah US$10 sen per kWh. Sementara rata-rata nilai keekonomian atau harga jual listrik panas bumi di Indonesia untuk kontrak yang baru dilaporkan berada pada kisaran US$10 sen per kWh sampai dengan US$13 sen per kWh.
Untuk dapat meningkatkan keekonomian proyek panas bumi, Komaidi menyebutkan para pelaku industri panas bumi global umumnya melakukan optimalisasi value creation. Sejumlah studi melaporkan, kata dia, optimalisasi value creation pada pengusahaan panas bumi global dilakukan melalui sejumlah instrumen. Yakni, dengan memanfaatkan teknologi mutakhir seperti drilling, well enhancement, power plant, operations. Kemudian, perlu adanya perbaikan supply chain dan komersialisasi secondary product seperti pemanfaatan langsung, green hydrogen production, green methanol production, dan silica extraction.