Indonesia perlu menggali potensi energi terbarukan yang lebih dari 3.000 gigawatt dengan pembiayaan berkelanjutan bagi proyek hijau.
Usia waduk Cirata, yang terletak di Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat memang sudah lebih dari 30 tahun. Meski begitu, perannya untuk mengaliri listrik di Jawa-Bali masih sangat vital. Pasalnya, potensi energi baru dan terbarukan (EBT) dari waduk yang mulai dibangun pada 1982-1987 ini sangat besar.
Untuk memanfaatkan potensi tersebut, pada 1982 pemerintah mulai membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cirata. Pengoperasian PLTA Cirata I pun dimulai pada 1988 dan disusul dengan pengoperasian Cirata II di tahun 1997.
Dari total delapan unit pembangkit yang dimilikinya, pembangkit listrik ini memiliki kapasitas listrik 1.008 megawatt (MW) dan mampu membangkitkan energi hingga 1.428 giga watt hour (GWh) per tahun. Dengan kapasitas energi yang dihasilkannya, pembangkit ini menjadi yang terbesar di Indonesia dan kedua terbesar di Asia.
Selain PLTA, pemerintah juga baru saja merintis pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di waduk yang membendung Sungai Citarum itu, pada Desember lalu. Proyek mulai berjalan setelah mencapai tahap penyelesaian pembiayaan (financial close) pada 2 Agustus 2021 lalu.
Pembangkit yang ditargetkan mulai beroperasi pada November 2022 itu, diprediksi dapat menghasilkan energi sebesar 245 juta kilowatt hour (kWh) per tahun dengan kapasitas 145 MW. Dengan kapasitas tersebut, General Manager Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Unit Pembangkitan Cirata Ochairialdy yakin, PLTS Cirata dapat memasok listrik untuk sekitar 50 ribu rumah dan menyerap tenaga kerja hingga 800 orang.