Industri kecantikan Indonesia diprediksi tetap tumbuh, namun melambat akibat pandemi.
Sudah tiga bulan lebih masyarakat Indonesia hidup di tengah pandemi Covid-19. Adanya imbauan #dirumahsaja, work from home (WFH), dan social distancing turut mempengaruhi bisnis kecantikan dan perawatan diri.
Penggunaan kosmetik praktis berkurang karena aktivitas masyarakat lebih banyak di rumah. Toko-toko penjual kosmetik di pusat perbelanjaan pun tak bisa buka selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sementara klinik kecantikan harus tutup di tengah pandemi karena adanya pelayanan yang mempunyai intensitas kontak fisik cukup tinggi.
Meskipun demikian, industri kecantikan Indonesia tetap bertumbuh. Statista memprediksi pendapatan industri kecantikan Indoenesia sebesar US$7,095 miliar atau Rp99,33 triliun (US$1=Rp14.000) pada 2020 atau tumbuh 2,84% dari tahun sebelumnya. Namun, pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 5,59%.
Hasil survei McKinsey pada awal Mei menunjukkan sebanyak 8% responden Indonesia membatalkan atau menunda pembelian make-up. Selain itu, 7% responden membatalkan atau menunda pembelian skin care hingga batas waktu yang belum ditentukan. Hal ini pun tercermin dari perilaku beberapa narasumber Alinea.id.
Jenis produk | Membeli dalam 3 bulan terakhir | Masih berencana beli tahun ini | Membatalkan atau menunda pembelian tanpa batas waktu |
Make-up | 73% | 20% | 7% |
Skin care | 69% | 23% | 8% |
Annisa Setya Hutami (28) misalnya. Dia mengaku sudah berhenti memakai pemulas bibir lantaran semakin jarang ke luar rumah. Dia pun semakin jarang merias wajahnya. “Orang pakai lipstik tertutup masker percuma. Kepikirannya pakai eyeliner untuk alis dan perawatan kulit aja sih,” ungkapnya kepada Alinea.id beberapa waktu lalu.