Di samping itu, kemampuan untuk beradaptasi dan berinovasi dinilai akan menjadi fondasi yang baik untuk ekonomi keberlanjutan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong pelaku industri jasa keuangan menerapkan Governance, Risk, and Compliance (GRC) terintegrasi yang diinovasi dengan teknologi digital. Hal ini dilakukan guna memastikan tata kelola industri jasa keuangan dan meningkatkan pengelolaan risiko yang lebih baik.
Ketua Dewan Audit OJK, Sophia Wattimena menyampaikan, hingga Juni 2022, total eksposur aset sektor jasa keuangan Indonesia mencapai sekitar Rp29 ribu triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 54% berasal dari pasar modal, 36% dari perbankan, dan 10% dari industri keuangan non-bank.
Sophia menilai, eksposure yang besar tersebut membutuhkan penerapan GRC terintegrasi yang efektif, untuk memastikan tata kelola yang baik.
"Penggunaan teknologi dalam penerapan GRC menjadi urgent, yang memungkinkan pemangku kepentingan mampu memprediksi risiko dengan lebih akurat, dan memanfaatkan peluang yang benar-benar penting,” kata Sophia dalam keterangan resmi, Minggu (11/12).
Lebih lanjut, imbuh dia, implementasi GRC terintegrasi yang didukung oleh teknologi terkini akan mendorong integrasi data dan informasi dalam organisasi. Menurut Sophia, hal ini akan mengarah pada inovasi dan perbaikan terintegrasi dalam model tiga lini.