Merujuk data KLHK, 44% polusi disumbangkan sektor transportasi berbasis energi fosil, disusul industri 31%, perumahan 14%, manufaktur 1%.
Ombudsman RI merekomendasi pemerintah pusat dan daerah (pemda) melakukan sinkronisasi kebijakan pengembangan kendaraan listrik, baik yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomro 55 Tahun 2019 maupun Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022. Sinkronisasi perlu dilakukan untuk menindaklanjuti kebijakan tersebut, yang bertujuan efisiensi, transisi energi, mengurangi polusi, dan perbaikan lingkungan.
"Kebijakan pemerintah tersebut harus ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah. Sehingga, penggunaan kendaraan listrik semakin berkembang. Sebaliknya, pemerintah pusat mesti merespons dan mengoordinasikan apa yang menjadi tindak lanjut pemda terkait implementasi program kendaraam listrik di daerah," kata anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, dalam seminar "Implementasi Program Kendaraan Listrik dan Green Energy dalam Mendukung Pelayanan Publik" di Malang, Jawa Timur, pada Rabu (11/10).
Hery melanjutkan, penggunaan mobil listrik diharapkan menjadi salah satu solusi mengatasi pencemaran lingkungan, yang disebabkan emisi karbon kendaraan di kota-kota besar di Indonesia. Pangkalnya, merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 44% polusi disumbangkan sektor transportasi yang berbasis energi fosil, disusul industri 31%, perumahan 14%, manufaktur 10%, dan komersial 1%.
Merujuk data Kakorlantas Polri, jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan BBM saat ini angkanya naik 1,09% dibanding Januari 2023 sebesar 152.565.905 unit. Jumlah kendaraan bermotor yang teregistrasi tersebut melampaui setengah populasi penduduk Indonesia, yang mencapai 276 juta jiwa.
Dari jumlah itu, sepeda motor menempati peringkat pertama dengan 128.678.586 unit dan mobil penumpang 19.233.314 unit. Pulau Jawa menjadi penyumbang jumlah kendaraan terbanyak dengan 92.036.868 unit (59,67%), lalu Pulau Sumatra 31.782.883 unit, Pulau Kalimantan 11.133.725 unit.