Sehingga, naiknya harga beras tidak berdampak besar seperti yang ditimbulkan saat kenaikan harga minyak goreng pada 2022.
Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengingatkan, agar pemerintah melakukan mitigasi serius terhadap dampak yang ditimbulkan dari kenaikan harga beras, dengan mempertimbangkan seluruh kemungkinan terburuk. Sehingga, naiknya harga beras tidak berdampak besar seperti yang ditimbulkan saat kenaikan harga minyak goreng pada 2022.
Sebelumnya, Ombudsman telah mempertemukan para stakeholder terkait pada 12 September 2023 untuk melihat peta permasalahan dan solusi di balik meningkatnya harga beras. Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Suwandi, serta sejumlah perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Badan Pangan Nasional, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Pemprov Banten, Pemkab Serang, Bulog, Perkumpulan Penggilingan Padi dan Penguasaha Beras Indonesia (Perpadi), PT Wilmar Padi Indonesia dan PT Buyung Poetra Sembada.
"Berkaca pada kasus minyak goreng, kesalahan pemerintah adalah ketidakmampuan mitigasi terhadap harga CPO (crude palm oil) yang sebenarnya sudah terpantau meningkat pada 2020 dan akhirnya pada 2022, kita mengalami permasalahan kenaikan harga minyak goreng. Hal ini jangan sampai terulang kembali, karena saat ini harga gabah dan beras juga sudah mulai mengalami peningkatan," tegas Yeka dalam keterangannya yang dipantau Jumat (15/9).
Yeka melihat, kenaikan harga beras dipengaruhi oleh tiga faktor yakni berkurangnya pasokan gabah ke penggilingan padi, adanya kesenjangan antara kapasitas penggilingan padi yang terpasang dengan produksi gabah dan suplai beras di dunia yang menipis.
"Terkait penyebab pertama, Ombudsman melihat saat ini dengan semakin kecilnya luas penguasaan lahan sawah mengakibatkan motivasi petani untuk menahan gabah lebih tinggi daripada menjual gabah," pungkasnya.