Pedagang meminta pemerintah tidak hanya membebani mereka dengan peraturan, tetapi juga memberikan solusi yang menyelamatkan.
Tidak seperti biasanya, kios batik Monalisa dipenuhi manekin-manekin setengah badan yang diletakkan di lantai. Belum lagi beberapa karung berisi pakaian dan gantungan yang ia letakkan di pojokan. Barang-barang itu membuat kiosnya yang berukuran sekitar 4x2,25 meter, terlihat agak berantakan dan sesak.
Di masa PPKM ini, Monalisa, 27, justru menambah stok barang jualannya. Sebab itu selain manekin dan gantungan baju, koleksi batiknya ia tambah agar kiosnya lebih lengkap, sehingga pembeli dapat mencari batik model apa saja di kiosnya. Maklum permintaan sedang tinggi.
Sayangnya, sama sekali bukan begitu jalan ceritanya. Saat pandemi, terlebih di masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), pasar semakin sepi. "Seperti di kuburan," kata Monalisa. Tak jarang bahkan berjam-jam, tidak ada satupun pengunjung yang melintas di depan kiosnya.
"Biasanya engak sepenuh ini barangnya. Tetapi ini bukan nambah barang... Enggak mungkinlah nambah barang lagi sepi kayak begini," kata Monalisa yang berdagang batik di lantai Ground Blok M Square, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ini.
Barang-barang itu adalah limpahan dari kiosnya yang lain di lantai 2, yang juga berada di Blok M Square. Kios itu biasanya dikelola suaminya. Namun, karena sepi pembeli, suaminya memilih tutup. Suami Monalisa, yang biasa dipanggilnya Uda itu tak kuat bertahan. Meski tidak mengibarkan bendera putih, Uda sudah menyerah.