Tren suku bunga tinggi diperkirakan masih akan berlangsung setelah BI secara mengejutkan mengerek BI rate ke level 6,25%.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang digelar mulai Selasa dan berakhir Rabu (21-22 Mei 2024) menjadi salah satu agenda yang ditunggu pelaku pasar, salah satunya terkait keputusan suku bunga acuan. Sebelumnya pada April 2024, bank sentral secara mengejutkan mengerek BI rate sebesar 25 basis poin (bps) ke level 6,25%, setelah sebelumnya menahannya di level 6% sejak Oktober 2023.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kenaikan suku bunga tersebut dilakukan guna memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak memburuknya risiko global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025 sejalan dengan stance kebijakan moneter yang pro-stability.
"Kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit atau pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga. Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran," ujar Perry, disitat dari website bi.go.id.
Di sisi lain, dinamika ekonomi keuangan global berubah cepat dengan risiko dan ketidakpastian meningkat karena perubahan arah kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan memburuknya ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Tetap tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi AS mendorong spekulasi penurunan suku bunga bank sentral AS, Fed Funds Rate (FFR) yang lebih kecil dan lebih lama dari prakiraan (high for longer).
"Sejalan pula dengan pernyataan para pejabat Federal Reserve System," tuturnya.