Hambatan ekspor produk minyak sawit dan biofuel Indonesia bisa menjadi bagus untuk pengembangan produk tersebut di dalam negeri.
Adanya hambatan ekspor produk minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) Indonesia oleh Uni Eropa membuat nilai ekspor produk CPO menurun. Meski demikian, Indonesia masih memiliki peluang untuk mengalihkan ekspornya ke negara lain seperti di kawasan Asia dan Timur Tengah.
Direktur Pengamanan Perdagangan Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Natan Kambuno menyebutkan ada kecenderungan penurunan nilai ekspor produk CPO di setiap tahunnya. Alasannya, ini terjadi setelah Uni Eropa menerapkan kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II.
“Semakin turun nilai ekspornya, terutama dalam dua tahun terakhir ini. Pada 2020, nilainya tercatat US%2,9 miliar, lalu pada 2021 turun jadi US$2,8 miliar,” jelas Natan dalam Focus Group Discussion “Menyikapi Berbagai Skenario Putusan WTO tentang RED II” ditulis Kamis (3/11).
Kebijakan RED II yang telah diterapkan sejak tahun 2018, menurut Natan telah berlaku diskriminatif terhadap produk minyak sawit Indonesia.
Sedangkan ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi yang juga turut hadir dalam kesempatan yang sama menilai, dengan sikap diskriminatif yang ditunjukkan Uni Eropa terhadap produk minyak sawit Indonesia, hal tersebut justru membuat peluang pasar lainnya terbuka bagi produk minyak sawit Indonesia.