Bisnis

Pemangkasan suku bunga bawa angin segar di pasar obligasi

Siklus pemangkasan suku bunga telah dimulai, ditandai dengan The Fed dan BI yang menurunkan suku bunga acuannya.

Jumat, 20 September 2024 18:16

Siklus pemangkasan suku bunga telah dimulai. Ditandai dengan langkah bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed yang menurunkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bps) ke level 4,75% hingga 5,00% dalam rapat The Federal Open Market Committee (FOMC) di bulan September, dan Bank Indonesia (BI) yang memotong suku bunga 25 bps menjadi 6%. Langkah ini merupakan awal dari siklus pemangkasan suku bunga yang dapat terjadi hingga 2025 atau 2026, sebagai bentuk normalisasi kebijakan setelah sebelumnya meningkat drastis untuk menahan laju inflasi global.

Pasar obligasi sudah konsisten mencatat kinerja positif sejak periode Juli hingga Agustus, dan terlihat masih terus berlanjut. Sementara itu, nilai tukar rupiah terus menguat dan arus dana investor asing ke pasar obligasi pun meningkat. Lalu, bagaimana potensi pasar obligasi Indonesia di era pemangkasan suku bunga?

Laras Febriany, Portfolio Manager, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) mengatakan, siklus pemangkasan suku bunga secara historis berdampak positif bagi pasar obligasi. Pada empat siklus pemangkasan suku bunga BI sebelumnya yang terjadi di 2011, 2016, 2019, dan 2020 secara rata-rata Bloomberg Indonesia Local Sovereign Bond atau indeks BINDO mencatat kinerja positif 18%.

"Turunnya suku bunga berdampak langsung terhadap pasar obligasi karena hubungan yang erat antara suku bunga, imbal hasil obligasi, dan harga obligasi. Instrumen obligasi diminati ketika suku bunga turun karena investor dapat ‘mengunci’ imbal hasil di level tinggi," ujar Laras, Jumat (20/9). 

Menurut Laras, pada dasarnya Indonesia memiliki profil ekonomi yang menarik di antara negara berkembang lain, didukung oleh tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi yang stabil, inflasi rendah, tingkat utang negara rendah, kondisi politik stabil, dan tingkat imbal hasil obligasi yang tinggi. Hal ini yang menjadikan daya tarik investor asing untuk masuk ke pasar obligasi Indonesia. Dia menyebut kondisi ini langka karena suatu negara berkembang memiliki profil yang cukup baik secara menyeluruh. Biasanya, terdapat masalah pada salah satu faktor tersebut.

Satriani Ari Wulan Reporter
Satriani Ari Wulan Editor

Tag Terkait

Berita Terkait