Ada dua dimensi yang melatarbelakangi pemerintah menyusun RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal sejak 2014 lalu.
Sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah yang dimotori Kementerian Hukum dan HAM gencar menyosialisasikan perlunya pembatasan transaksi uang kartal. Maklum, pemerintah dan DPR telah menyepakati RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal untuk masuk prolegnas prioritas 2018.
Setidaknya ada dua dimensi yang melatarbelakangi pemerintah menyusun RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal (PTUK) sejak 2014 lalu. Yaitu, mengurangi tindak pidana pencucian uang. Serta mengubah perilaku dan pola pikir masyarakat terhadap transaksi penggunaan uang kartal menjadi sistem transaksi non tunai
Karena itu, kendati RUU ini dimotori oleh Kementerian Hukum dan HAM, beberapa Kementerian, Lembaga/Intansi juga terkait erat. Misalnya PPATK, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Kejaksaan Agung.
Pemerintah mengklaim, kelak ketika RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal disahkan pemerintah, akan banyak manfaat yang dirasakan. Khususnya dari sisi pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi dan juga menciptakan efisiensi perekonomian.
Hal itu berulang kali dikatakan oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin. Seperti saat Diseminasi RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, Selasa (17/4).