Melalui peraturan anyar, Kementerian ESDM membatasi ruang gerak investasi asing di sektor tambang dan batu bara. Seperti apa?
Lagi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merombak peraturan. Kali ini, instansi pemerintah yang dinahkodai oleh Ignasius Jonan tersebut membidik sektor mineral dan batubara. Tak tanggung-tanggung, sebanyak delapan aturan dicabut dan diganti dengan Peraturan Nomor 11 tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Lewat peraturan anyar ini, Kementerian ESDM membatasi ruang gerak investasi asing di sektor tambang dan batu bara.
Di dalam pasal 23 menyebutkan asing hanya boleh ikut lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Mineral Logam dan Batubara dengan luas lebih dari 500 hektare (ha). Sedangkan untuk WIUP dengan luas wilayah kurang dari 500 ha hanya boleh diikuti oleh BUMD, badan usaha swasta nasional setempat, koperasi dan perseorangan termasuk orang perseorangan, perusahaan komanditer atau perusahaan firma.
Alih-alih menarik investasi dari perusahaan swasta nasional dan asing, Permen No 11/2018 ini justru memberikan panggung kepada BUMN dan BUMD untuk mengelola areal pertambangan. "Permen ini terasa berat sebelah," ujar Ketua Indonesia Mining Institute Irwandi Arif.
Selain mempersempit asing, Permen ESDM No 11/2018 itu juga membendung perusahaan swasta untuk ikut serta dalam lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Sebab, WIUPK diprioritaskan kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pasal 30 ayat 2 membolehkan swasta berpartisipasi dalam lelang WIUPK dengan catatan tidak ada BUMN dan BUMD yang berminat. Menteri berhak untuk menunjuk langsung satu BUMN telah menyatakan minatnya.
Namun, jika terdapat lebih dari satu BUMN dan / atau BUMD yang kepincut dengan WIUPK tertentu, pemerintah bakal menggelar lelang yang pesertanya hanya khusus BUMN dan / atau BUMD.