Penggunaan peledak dikhawatirkan dapat membahayakan keselamatan pelayaran kapal-kapal nelayan maupun petugas patroli
Menenggelamkan kapal asing yang melakukan pencurian di wilayah perairan Indonesia menjadi andalan Kementerian Kelautan dan Perikanan di bawah pimpinan Menteri Susi Pudjiastuti. Tindakan tersebut mendapat pujian dari berbagai pihak sebagai langkah tegas pemerintah menjaga kekayaan laut Indonesia. Namun, benarkah cara menenggelamkan kapal asing benar-benar membawa dampak baik bagi industri perikanan tanah air?
Mengingatkan kembali, pidato Presiden Joko Widodo di depan KTT Asia Timur di Nay Pyi Taw, Myanmar pada November 2014. Saat itu, Presiden Joko Widodo menjelaskan Poros Maritim kepada pimpinan negara bahwa agenda Poros maritim memiliki lima pilar.
Salah satunya, mengajak mitra-mitra Indonesia bekerjasama di bidang kelautan dan bersama-sama menghilangkan sumber konflik di laut seperti pencurian ikan dan pelanggaran kedaulatan. Berikut juga sengketa wilayah, perompakan dan pencemaran laut.
Memang pencurian ikan di Indonesia sudah masuk dalam tahap mengkhawatirkan. Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2008 menyebutkan bahwa ada 5.400 kapal asing yang berasal dari Thailand, Filipina, Vietnam, Malaysia, Kamboja, Myanmar, China, Korea, Taiwan dan Panama yang melakukan pencurian ikan atau iillegal fishing di Indonesia.
Kerugian diperkirakan mencapai 1 juta per tahun atau setara Rp 30 triliun per tahun. Merujuk pada Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan sepanjang tahun 2001-2013 terdapat 6.215 kasus pencurian ikan. Komite Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menghitung praktik pencurian ikan merugikan negara mencapai Rp 100 triliun yang berasal dari jumlah akumulasi nilai komoditas ikan dicuri, nilai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).