Dengan kekuasaan yang dipunyai oleh presiden, semestinya bisa diinstruksikan untuk memproduksi minyak goreng yang ditangani oleh BUMN.
Pengamat kebijakan publik dan Ketua Pusat Studi Ekonomi Politik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menyebutkan, pemerintah telah menggulirkan BLT minyak goreng dengan besaran 300.000 untuk tiga bulan kepada masyarakat.
"Ini patut di apresiasi karena untuk kondisi saat ini dimana harga minyak goreng dilepas pada mekanisme pasar maka ini targeted subsidi lebih tepat. Permasalahannya adalah distribusi harus tepat sasaran. Namun pertanyaannya sampai kapan?" tanya dia dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (9/4).
Harus menjadi bahan pelajaran ke depan, bahwa CPO yang merupakan komoditi terbesar yang di produksi oleh Indonesia dan konsumsi minyak goreng bahan sawit ini, digunakan oleh hampir seluruh keluarga dan UMKM. Sehingga posisinya sangat sulit untuk digantikan oleh minyak goreng jenis lain yang harganya jauh lebih mahal.
"Kita tidak akan pernah tahu berapa tingkat harga ke depan sehingga dikhawatirkan harga minyak goreng semakin tidak terkendali," tutur dia.
Maka menurutnya, sangat mengherankan jika minyak goreng tidak termasuk bahan pangan yang menjadi tanggung jawab Badan Pangan Nasional, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021. Padahal jika dimasukkan secara spesifik agar terpisah dari CPO untuk penggunaan industri, maka pengendalian harga minyak goreng ini akan lebih mudah untuk dilakukan.