Pelarangan ekspor sementara tersebut, berlaku untuk perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi memberikan tanggapan terkait larangan ekspor batu bara yang diputuskan Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam Mineral (ESDM) serta Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 1-31 Januari 2022, guna menjamin ketersediaan komoditas tersebut untuk pembangkit listrik dalam negeri.
Menurut Fahmy Radhi, penyetopan ekspor ini berdampak pada pendapatan negara. Meskipun pelarangan ekspor batu bara itu, sebagai salah satu langkah upaya pemerintah menghindari krisis energi.
“Berpengaruh terhadap nilai ekspor dan pendapatan negara. Meskipun ada penurunan, namun pemerintah berupaya untuk melindungi PLN agar tarif listrik tidak naik sehingga tidak membebani rakyat sebagai konsumen listrik,” jelas Fahmi Randhi, dalam keterangan persnya, Kamis (6/1).
Adapun diketahui, pelarangan ekspor sementara tersebut, berlaku untuk perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan operasi produksi, dan IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian, serta PKP2B.
Sementara itu terkait dengan upaya lain agar kebijakan langkah pemerintah tetap berjalan tanpa harus mengorbankan perusahaan tambang yang melakukan ekspor, yaitu pemerintah harus lebih selektif dan tidak ada upaya paksa pengusaha harus memenuhi Domestic Market Obligation/DMO).