Bisnis

Ramai-ramai melepas jerat fast fashion

Gerakan meninggalkan fast fashion yang merugikan pekerja dan lingkungan mulai banyak digaungkan.

Sabtu, 12 Juni 2021 08:10

Berganti-ganti model fesyen dalam jangka waktu singkat sempat menjadi gaya hidup Aris (28). Tak terlalu peduli kualitas, yang penting baginya adalah tetap trendi dan bergaya di tongkrongan. 

Kebiasaan membeli mode pakaian yang kemudian banyak dikenal dengan fast fashion itu, berlangsung di kala masa pubertasnya. Sekitar tahun 2005 hingga 2010, Aris remaja memang gemar mengikuti tren streetwear untuk menunjang aktivitas bersama teman-temannya. Mereka yang menyukai surfing dan skateboard mengenakan baju-baju yang nge-tren saat itu seperti Skaters, Quiksilver, Stussy, Vans, hingga Billabong.

"Buat belanja pakaian kayak gini bisa nyaris tiap bulan pasti ada model barunya," ujar Aris ketika berbincang dengan Alinea, Kamis (10/6). 

Sampai lulus SMA, sifat konsumtif Aris pelan-pelan terkikis. Prioritasnya sudah lebih mengarah ke pendidikan. Ia tak lagi jor-joran membeli fast fashion yang kala itu sepotong dibanderol seharga Rp150 ribu-an.  

Pria asal Padang Sumatera Barat itu pun, mulai memilih mode pakaian yang lebih slow fashion. Tidak cepat perubahan modelnya dan bahannya yang lebih berkualitas serta tahan lama. Bahkan, dia juga memilih untuk membeli pakaian bekas (thrifting). 

Nurul Nur Azizah Reporter
Kartika Runiasari Editor

Tag Terkait

Berita Terkait