Kebijakan penyekatan bisa dilakukan agar subsidi tepat sasaran, bisa dengan bansos namun perlu database.
Pemerintah belum memutuskan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) atau tidak. Berbagai alasan masih jadi pertimbangan, seperti perlunya menjaga daya beli masyarakat, namun juga menyelamatkan beban APBN 2022 yang dikhawatirkan akan membengkak jika harga minyak dunia tak kunjung menurun.
Dilema yang dirasakan pemerintah saat ini, menurut Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro menjadi ciri khas Indonesia dalam mengambil kebijakan. Ia menilai, Indonesia selalu menganut median voter atau kebijakan poros tengah.
"Keputusan menaikkan harga BBM ini tidak langsung diambil pemerintah, karena masih harus menunggu harga pasti minyak dunia," ujar Ari dalam paparannya di acara Webinar Nasional "Kenaikan BBM Apakah suatu Keharusan" secara daring, Sabtu (27/8).
Ari menyebutkan, pemerintah Indonesia cenderung bertahan di tengah, yaitu mempertahankan pertumbuhan tetapi juga menjaga ketahanan APBN. Hal ini serupa seperti kebijakan pemerintah di awal pandemi, yang tidak menahan masyarakat secara total dengan lockdwon, juga tidak membebaskannya, sehingga dipilihlah kebijakan PPKM.
"Makanya wacana kenaikan BBM ini di kisaran 30% hingga 40%. Artinya, tidak mengurangi subsidi, tidak juga membebankan seluruh harga keekonomian BBM kepada masyarakat," ujarnya.