Rencana penerapan PPN sebesar 12% pada barang mewah mulai Januari 2025 mendapat tanggapan serius dari berbagai pihak.
Rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% pada barang mewah mulai Januari 2025 mendapat tanggapan serius dari berbagai pihak.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai kebijakan ini menimbulkan kebingungan bagi pelaku usaha dan konsumen, terutama terkait perbedaan tarif dengan PPN umum yang tetap di angka 11%.
Menurut Bhima, penerapan PPN 12% untuk barang mewah yang berbeda dari PPN umum merupakan yang pertama dalam sejarah Indonesia.
“Ini akan mempersulit pelaku usaha, terutama di sektor ritel yang menjual barang kena PPN dan PPNBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Faktur pajaknya menjadi lebih kompleks, dan biaya tambahan ini kemungkinan besar akan dibebankan ke konsumen,” ujar Bhima kepada Alinea.id, Selasa (10/12).
Ia juga mengingatkan risiko inflasi pre-emptive, di mana pengusaha menaikkan harga barang lebih awal untuk mengantisipasi kebijakan ini.