Rencana Kementerian BUMN membentuk holding ketenagalistrikan dan privatisasi usaha-usaha PLN dinilai melanggar konstitusi.
Sejumlah serikat pekerja (SP) di sektor ketenagalistrikan menolak rencana penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) melalui pembentukan holding serta wacana privatisasi oleh Kementerian BUMN terhadap usaha-usaha PT PLN (Persero) dan anak usahanya.
Para penolak berasal dari Serikat Pekerja PT PLN (Persero), Persatuan Pegawai PT Indonesia Power (PPIP), dan Serikat Pekerja PT Pembangkitan Jawa Bali (SP PJB). Mereka juga menentang rencana holding-isasi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTPb) dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) jika bukan PT PLN yang menjadi perusahaan induk.
Sekretaris Jenderal PPIP, Andy Wijaya, menyatakan, rencana privatisasi aset PLN grup lewat IPO merupakan pelanggaran konstitusi yang sangat kasar dan membabi buta. Merujuk Pasal 77 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, sektor ketenagalistrikan tergolong bidang usaha yang dilarang diprivatisasi.
“Tenaga listrik termasuk ke dalam cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Tentu saja sektor ini juga erat berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara sehingga tidak dapat diprivatisasi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (27/7).
"Pada pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan judicial review UU Ketenagalistrikan disebutkan, bahwa PT PLN merupakan holding company usaha ketenagalistrikan,” sambung dia.