Meskipun PDB per kapita RI dinilai cukup rendah dibandingkan negara peers, namun Indonesia diyakini memiliki prospek pertumbuhan yang kuat.
Lembaga Pemeringkat Kredit S&P telah mempertahankan peringkat (rating) kredit Indonesia pada posisi BBB dan merevisi outlook Indonesia dari sebelumnya negative menjadi stable. Dalam hal ini, Kementerian Keuangan mengapresiasi keputusan S&P dimaksud, mengingat S&P telah memberikan negatif outlook dalam dua tahun terakhir. Dengan dipertahankannya peringkat kredit ini, diharapkan dapat membawa angin segar bagi perekonomian Indonesia kedepannya terutama pertumbuhan ekonomi yang sempat terdampak karena pandemi Covid-19.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Luky Alfirman menyampaikan, peningkatan outlook Indonesia dari negative menjadi stable ini merupakan pengakuan atas arah perbaikan ekonomi makro yang kuat, khususnya laju pemulihan ekonomi yang relatif cepat, posisi eksternal yang kuat dan penguatan signifikan pada sisi fiskal.
“Peningkatan outlook ini menyiratkan bahwa kebijakan pemerintah sudah pada jalur yang tepat dan memberikan tantangan bagi Pemerintah untuk tetap konsisten mengelola perekonomian dan kebijakan fiskal (APBN) sehingga dampaknya dapat terus dijaga secara berkelanjutan,” ujar Luky, seperti dilansir dari kemenkeu.go.id.
Menurut penilaian S&P, kebijakan penanganan pandemi Covid-19 serta pengelolaan kebijakan makroekonomi (fiskal, moneter, sektor keuangan dan sektor riil) telah efektif dalam mendukung resiliensi kinerja perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh pada 5,1% di 2022. Meskipun PDB per kapita Indonesia dinilai cukup rendah dibandingkan negara peers, namun Indonesia diyakini memiliki prospek pertumbuhan yang kuat ke depan.
S&P memperkirakan laju pemulihan akan semakin cepat pada 2022 seiring dengan pelonggaran pembatasan mobilitas masyarakat dan normalisasi kegiatan ekonomi setelah pelaksanaan program vaksinasi pemerintah yang berjalan dengan baik. Peningkatan pertumbuhan ke depan juga didukung oleh masih tingginya harga komoditas.