New normal mengakibatkan terjadinya pergeseran perilaku konsumen.
Pandemi Covid-19 memaksa berbagai bisnis harus mendesain ulang model bisnis mereka di masa new normal, tak terkecuali industri farmasi. Ketua Umum Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia F. Tirto Kusnadi mengatakan new normal adalah low touch economy yang mengacu pada cara bisnis yang dipaksakan beroperasi dengan pendekatan baru agar berhasil di era Covid-19.
"Di new normal, kita dipaksa beradaptasi dengan kebijakan ketat. Terjadi juga pergeseran perilaku konsumen akibat banyaknya peraturan baru yang muncul," kata Tirto dalam webinar Selasa (23/6).
Selain itu, new normal menghendaki ekonomi yang mengacu pada berkurangnya interaksi antar manusia. Tatanan kehidupan baru juga dinilai telah mengubah jalannya rantai pasok selama ini.
Untuk menyikapi perubahan-perubahan yang terjadi di new normal ini, Tirto mengatakan pabrikan farmasi harus menyusun ulang forecast penjualan mereka dan neraca produksi. Penyusunan ulang tersebut dilakukan agar produksi yang dilakukan bisa sesuai dengan kebutuhan pasar sekaligus untuk mempertahankan daya saing.
"Penurunan ini sudah dirasakan sekali oleh industri farmasi. Memang ada yang mencatatkan penjualan double, tetapi hanya untuk produksi tertentu, seperti vitamin atau suplemen makanan. Sedangkan penjualan dalam bidang lain mengalami penurunan," ujarnya.