Bauran bahan bakar pembangkit listrik nasional hingga kini masih didominasi energi kotor, yakni batu bara (70%) dan gas (22%).
Anggota Komisi VII DPR, Ratna Juwita Sari, berpendapat, kebijakan subsidi kendaraan listrik belum tepat sasaran. Salah satunya karena masih memanfaatkan energi kotor sehingga tujuan pengurangan emisi belum terwujud.
"Insentif yang awalnya diharapkan mempercepat penurunan emisi gas buang, namun di hulunya tetap saja pembangkit listriknya masih banyak menimbulkan polusi," katanya, melansir situs web DPR.
Ratna menerangkan, bauran bahan bakar pembangkit listrik nasional hingga kini masih didominasi energi kotor, yakni batu bara (70%) dan gas (22%). Energi baru terbarukan (EBT) hanya 12%.
Salah sasaran kebijakan subsidi kendaraan listrik juga tecermin dari penerima yang merupakan kelompok masyarakat mampu. "[Program ini] membebani anggaran negara," ujarnya.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini pun meminta pemerintah mengkaji kembali kebijakan subsidi kendaraan listrik. Selain itu, fokus mengganti penggunaan batu bara dan gas ke EBT.