Bisnis

Tapera, program kontroversial yang tak menguntungkan

Tapera dihujani kritik lantaran bakal memotong penghasilan para pekerja. Program ini dinilai seperti skema ponzi.

Kamis, 06 Juni 2024 19:14

Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) memicu kemarahan publik lantaran bakal memotong penghasilan para pekerja. Dari sisi politis dan ekonomi, program 'tabung paksa' warisan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini tak membawa keuntungan. 

Tapera memang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Namun peraturan ini tak banyak menarik perhatian khalayak. Masyarakat baru menyadari ketika terbit Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 sebagai turunan dari Undang-Undang Tapera, revisi dari beleid sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020. 

Peraturan pemerintah itu mengatur semua warga Indonesia yang bekerja, baik secara mandiri, di perusahaan swasta, maupun di institusi pemerintahan, wajib menyetor dana Tapera 3% dari penghasilan per bulan. Dari jumlah itu, 0,5% menjadi beban pemberi kerja. Mereka yang sudah berusia 20 tahun atau telah menikah wajib menjadi peserta, tanpa pertimbangan yang bersangkutan belum atau sudah memiliki rumah. 

Secara politis, program ini kontroversial. Menteri PPN/Bappenas, Suharso Monoarfa sebelumnya menganalogikan Tapera tidak memaksa dan bersifat sukarela seperti tabungan haji. Pernyataan itu berbeda dengan aturan yang menyebut program tersebut bersifat wajib.

“Orang yang mau naik haji dia nabung, suatu ketika dia bisa naik haji. Kalau Tapera ya untuk bisa beli rumah sesuai kapasitas dia menabung,” kata Suharso, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (4/6).

Immanuel Christian Reporter
Satriani Ari Wulan Editor

Tag Terkait

Berita Terkait